Minggu, 26 Februari 2012

Antara Ilmu dan Agama


ILMU TANPA AGAMA BUTA, AGAMA TANPA ILMU LUMPUH
 (Posting : Kiriman dari Maman Rukmana - Pandeglang - Banten 27/02/2012)

Bila seseorang memiliki pengertian (understanding) atau sikap (attitude) tertentu, yang diperolehnya melalui pendidikan dan pengalaman sendiri, maka dianggap yang bersangkutan memiliki pengetahuan atau berilmu. Begitu juga bila seseorang memiliki keterampilan (skill) yang diperolehnya melalui latihan atau praktik, maka orang tersebut dikatakan memiliki keahlian. Namun keahlian ini tentu diperoleh yang bersangkutan setelah mengalami proses tahu atau mengerjakan terlebih dahulu yang tidak lepas dari ilmu. Prinsipnya ilmu itu berhubungan dengan proses memperoleh tahu atau pengetahuan termasuk skill di dalamnya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Peter Drucker dalam  bukunya The Effective Executive yang mengatakan bahwa kebiasaan yang berurat berakar yang tanpa dipikirkan (in thinking habit) telah menjadi kondisi tak sadar (reflex condition), tetap sebelumnya harus merupakan pengetahuan yang dipelajari dan dibiasakan. Pendapat lain mengatakan bahwa ilmu itu sama dengan keterampilan, hanya bedanya keterampilan diperoleh melalui latihan dan belajar sedangkan ilmu diperoleh melalui proses pembelajaran dan mencari-cari.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Jadi, masih bersifat nisbi. Sedangkan agama, adalah suatu kebenaran yang mutlak. Suatu kebenaran yang tidak perlu dibicarakan lagi pembuktiannya.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sehingga setiap ilmu sudah pasti merupakan bagian dari pengetahuan. Sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu dikatakan ilmu. Mengapa? Karena sebuah pengetahuan bisa dikatakan ilmu apabila telah memenuhi beberapa persyaratan di antaranya: ilmu harus ada objeknya, terminologinya, metodologinya, filosofisnya, sistematikanya, bersifat universal dan teori yang menyertainya.
Ilmu berkaitan juga dengan penelitian ilmiah. Penelitian dapat dilakukan dalam segala disiplin ilmu. Dalam sebuah penelitian untuk menemukan kebenaran ilmiah, ada yang memakai hipotesis yang harus dibuktikan. Bila tidak dibuktikan dan diuji, si peneliti sudah barang tentu tidak mengetahui sejauhmana kebenaran ilmiahnya. Hal ini sejalan dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
“Dan  mereka tidak mempunyai suatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”. (QS.  An-Najm: 28)

“… dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”. (QS. Al-Jaatsiyah: 24)

Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar umat Islam melakukan penelitian dan beliau juga menyebut-nyebut tentang ilmu pengetahuan sebagaimana diriwayatkan oleh hadist-hadist.
Dua di antara sekian hadist berbunyi:
    1. Barangsiapa menghendaki dunia, maka dia harus mencapainya dengan ilmu. Barangsiapa menghendaki   akhirat maka dia harus mencapinya dengan ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka dia harus mencapainya dengan ilmu.
    2. Marifat adalah modalku, akal fikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berdzikir adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasranku, faqr adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, hiburanku adalah dalam bersembahyang.
Dari pembahasan di muka, salah satu yang harus digarisbawahi adalah bahwa agama (Islam dengan Al-Qur’an-nya) merupakan sumber dari segala disiplin ilmu. Termasuk ilmu filsafat. Filsafat menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak, terdalam, tetapi tidak berubah, atau permenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab “ada” dan “perbuat”. Kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai pada “mengapa” yang penghabisan. Pertanyaan yang berkaitan dengan filsafat bersifat kritis dan mendalam.
Berangkat dari dua hadist di atas, ilmu dan agama adalah bagaikan dua sisi mata uang yang saling mementingkan dan berkaitan. Mengapa? Karena keduanya merupakan instrumen dalam menjalani kehidupan. Untuk mencapai dunia dan akhirat dipersyaratkan dengan ilmu. Sedangkan ilmu bersumber dari agama. Maka: perilaku, bermasyarakat, bernegara sangat memerlukan agama dan ilmu untuk menuntunya agar bisa berjalan dengan benar. Sebagai makhluk berakal, manusia sangat menyadari kebutuhannya untuk memperoleh kepastian, baik pada tataran ilmiah maupun ideologi. Melalui ilmu, manusia berhubungan dengan realitas dalam memahami keberadaan diri dan lingkungannya. Sedangkan agama menyadarkan manusia akan hubungan keragaman realitas tersebut, untuk memperoleh derajat kepastian mutlak, yakni kesadaran akan kehadiran Tuhan. Keduanya sama-sama berjalan realitas.


DAFTAR BACAAN
Drucker, Peter. 1988. The Effective Executive. London: Oxford University.
Garaudy, Roger. 1986. Mencari Agama Abad XX Wasiat Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Sumiasumantri, Jujun S. 1985. Ilmu dalam Perspektif.  Jakarta: Gramedia.
Yunus, Mahmud. 1985. Tafsir Quran karim. Jakarta: Hida Karya Agung.


Ditunggu Posting dari rekan Alumni yang lainya !!!!!
Posting berisikan Inovasi seputar Pendidikan dan Teknologi Informasi Komunikasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar